Senin, 25 Oktober 2010

Artikel MBS Kelompok 4



ARTIKEL
PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI INDONESIA
“KUALITAS DAN MUTU”

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah School Based Management S1 PGSD BI Semester 1 tahun 2010/2011



Disusun oleh:

Ika Manda Sari                         /292008527
Erna Sumaryati                         /292008535
Rina Risdiana                           /292008529
Yani Purbaningrum                   /292008531
Anisyah Dwi Widarini               /292008533


Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan
Unversitas Kristen Satya Wacana Salatiga
2010

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sekolah adalah salah satu elemen penting dalam pendidikan yang dituntut untuk mampu memberikan output yang unggul, di mana terdapat sejumlah orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional. Desain organisasi sekolah yaitu di dalamnya terdapat tim administrasi sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan oranisasi.
MBS dikenal dan muncul dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah. Nama-nama tersebut memiliki makna yang sama, yaitu sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya. Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Oleh karena itu perlu diketahui pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita. sekolah adalah bagian dari masyarakat, bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adalah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota-anggota masyarakat dalam bidang pendidikan, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.
Berkembangnya era globalisasi saat ini menuntut manusia untuk berpikir kritis dan maju. Bahkan dari segala aspek terlebih dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan memiliki proporsi yang lebih dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia. Sekolah sebagai lembaga ( institusi ) yang merupakan tempat untuk melaksanakan proses pendidikan, memiliki system yang kompleks dan dinamis dalam tatanan suatu system yang saling berkaitan. Oleh karena itu, sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan.
Melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah. Melalui penerapan MBS, kepedulian masyarakat untuk ikut serta mengontrol dan menjaga kualitas layanan pendidikan akan lebih terbuka. Hal ini berarti kemandirian sekolah akan diikuti oleh daya kompetisi antar lembaga yang tinggi akan akuntabilitas public yang memadai.
B. RUMUSAN MASALAH
Begitu banyak pro dan kontra dalam pelaksanaan MBS dalam dunia pendidikan di Indonesia. Jaminan mutu atau kualitas adalah satu hal yang paling banyak dipertanyakan dalam hal ini. Apakah benar, dengan diterapkannya MBS ada jaminan peningkatan mutu sekolah? Lalu bagaimana dengan kondisi setiap sekolah yang berbeda-beda untuk dapat menyatukan visi, misi, dan menyetarakan kompetensi lulusannya? Beberapa pertanyaan itu dijabarkan lagi dengan maksud memberi bandingan dan masukan bagi pelaksanaan Managemen Berbasis Sekolah di Indonesia, sebagai berikut:
1.      Bagaimana perkembangan pelaksaan MBS di Kanada?
2.      Apakah 5 kebijakan pokok dalam SMI ( School Management Initiative) sudah menjawab masalah-masalah pendidikan di Hongkong?
3.      Apa yang diamksud dengan ”site-based management” dalam pelaksanaan MBS di Amerika Serikat dan berikan satu ilustrasinya!
4.      Apakah delapan motif diterapkannya MBS?
5.      Berdasarkan uraian tentang penerapan atau implikasi pelaksanaan MBS, pihak manakah yang paling banyak harus mengubah peranannya dalam pengelolaan pendidikan?
6.      Jika terdapat kendala-kendala, bagaimana pemecahan masalah dari kendala-kendala yang muncul sehingga kendala-kendala tersebut dapat diminimalisir?
7.      Bagaimana karakteristik MBS dari segi pengelolaan kekuasaan atau kewenangan di tingkat sekolah?
8.      Apa yang dimaksud pertisipasi , transparansi, dan akuntabilitas dalam prinsip-prinsip good governance dan bagaimana ilustrasinya?
9.      Bagaimana penerapan prinsip partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas?
10.  Apakah latar belakang perlunya implementasi manajemen berbasis sekolah?
11.  Bagaimanakah contoh kriteria keberhasilan implementasi MBS dalam meningkatkan mutu sekolah?
12.  Adakah keterkaitan antara Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan dengan MBS?
13.  Bagaimanakah contoh standar pelayanan minimal pendidikan bidang sarana dan prasarana sekolah yang harus ada di SD/MI?
C. Tujuan
Berdasarkan beberapa rumusan masalah di atas dapat dilihat bahwa tujuan penyusunan artikel ini adalah untuk mengetahui perkembangan Managemen Berbasis Sekolah di berbagai negara. Dengan demikian, Indonesia dapat melihat dan memandang berbagai permasalahan di dunia pendidikan dalam berbagai sisi untuk kemudian dapat menentukan referensi untuk dikembangkan sebagai upaya menyelesaikan masalah.
Selain itu, dengan adanya artikel ini, dapat memberikan pemahaman yang lebih juga mengenai apa sebenarnya Manajemen Berbasis Sekolah tersebut, bagaimana tujuan yang sebetulnya ingin dicapai? Apa saja kendala-kendala yang muncul? Serta bagaimana upaya masyarakat selama ini dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dengan mengetahui prinsip-prinsip dan visi-misi MBS, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami konsep dan pentingnya penerapan MBS di sekolah-sekolah. Dari sisi lain, dimungkinkan bahwa setelah melihat bagaimana penerapan MBS selama ini, masyarakat memberikan penilaian yang  berbeda. Mungkin saja, dengan pemikiran yang lebih kritis dan berbeda, pelaksaan MBS justru dianggap kurang relevan di Indonesia.
Semua menjadi suatu tujuan yang transparan dan membuka wacana masyarakat untuk turut pula memikirkan pendidikan di Indonesia. Semua kemungkinan dan pemikiran kritis yang muncul adalah suatu tujuan utama untuk ”memaksa” masyarakat untuk ”berpikir” dan peka.
D. Manfaat
·        Orangtua : Memberi bimbingan pribadi di lingkungan rumah pada anak serta pengawasan terhadap anak dalam setiap aktivitas dan pendidikannya, memberi pengetahuna kepada orangtua bahwa pendidikan tidak hanya diserahkan pada sekolah namun orangtua juga harus turut mengawasi setipa perkembangan dunia pendidikan.
·        Guru : Meningkatkan dan mengembangkan pola pikir guru untuk meningkatkan daya minat siswa dalam proses belajar. Serta memotivasi guru agar terus berkarya dan berjuang untuk meningkatkan dunia pendidikan.
·        Kepala Sekolah : memberi wahana dan pemikiran serta inovasi baru bagi kepala sekolah agar mampu menjadi seorang pemimpin yang dapat membawa pendidikan yang lebih baik.
BAB II
ISI
A.     Perkembangan pelaksaan MBS di Kanada
Di Kanada lebih dikenal dengan pendelegasian keuangan ( financial delegation ). Gerakan ke arah MBS bermula di Edmonton Public School District, Alberta.  Sebelum diterapkannya MBS di Kanada, kondisi awalnya adalah semua kebijakan ditentukan dari pusat. Model MBS di Kanada disebut School – Site Decision Making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. MBS di Kanada sudah dimulai sejak tahun1970. Desentralisasi yang diberikan kepada sekolah adalah alokasi sumber daya bagi staf pengajardan administrasi, peralatan dan pelayanan. Menurut Sumgkowo (2002)16, ciri-ciri MBS di Kanada sebagai berikut: penentuan alokasi sumber daya ditentukan oleh sekolah, alokasi anggaran pendidikan dimasukkan kedalam anggaran sekolah, adanya program efektivitas guru dan adanya program pengembangan profesionalisme tenaga kerja. Setiap tahun survey pendapat dilakukan oleh para siswa, guru, kepala sekolah, staf kantor wilayah dan orang tua yang memungkinkan mereka merangking tingkat kepuasan mereka tentang pengelolaan dab hasil pendidikan (Caldwell dan Spinks).
Pada tahun 1970 dengan 7 sekolah rintisan dengan pendekatan manajemen mandiri (self managemen). Disini tidak ada dewan sekolah atau komite sekolah. Tahun 1986 bertambah dengan melibatkan 14 sekolah, memperluas pendekatan dengan melibatkan layanan konsultan pusat dengan model formula alokasi sumber daya. Alokasi disini berarti sekolah menerima alokasi secara “lumpsum” ditambah suplemen yang menggambarkan biaya layanan konsultan yang secara historis pernah dilakukan sesuai dengan tipe sekolah dan tingkat kebutuhan siswa. Dalam rangka peningkatan sumber daya manusia diadakan proses mentoring pada siswa tahun ke 3, 6, 9, dan 12 secara regular untuk diuji terhadap semua bidang-bidang pada kurikulum.
Pada tahun 1994 merencanakan untuk memulai restrukturisasi sistrem secara keseluruhan. Restrukturisasi itu berkaitan dengan mengUndang-kan reformasi yang luas di bidang pendidikan yang menghasilkan kantor pusat pada Departemen Pendidikan dengan skala yang lebih kecil.
            Sebagai perbandingan, mari kita tengok juga perkembangan MBS di Indonesia.
Pelaksaan MBS di Indonesia
Dasar hukum pelaksaan MBS di Indonesia adalah Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penerapan pendekatan dan pengelolaan sekolah dengan prinsip MBS secara resmi mulai berlaku tanggal 8 juli 2003. Rintisan program MBS di SD dan MI telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Program ini menekankan pada tiga komponen yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Peran Serta Masyarakat (PSM), dan PAKEM ( Pembelajaran Aktif, Kreatif, efektif, dan Menyenangkan). Ketiga komponen itu tertuang dalam Propernas tahun 2000-2004 sebagai program untuk mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan berdasarkan manajemen berbasis sekolah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Pada tahun 1999 dengan bekerjasama serta bantuan dari UNESCO dan UNICEF, program MBS telah dirintis di 124 SD / MI yang tersebar di 7 kabupaten ( Magelang, Banyumas, Wonosobo, Probolinggo, Bontang dan kota Kupang). Kemudian pada tahun 2002 pemerintah New Zaeland membantu pendanaan untuk memantapkan dan menyebarkan program tersebut di tujuh kabupaten atau kota rintisan serta untuk mendesiminasikan program ke 7 kabupaten lainnya di Indonesia timur. Pada tahun 2004 program tersebut berkembang ke 40 kabupaten di 9 propinsi dengan 1479 SD/MI.

B.  Kebijakan Pokok Dalam SMI ( School Management Initiative)
Di negara Hongkong Managemen Berbasis Sekolah dikenal dengan sebutan  The School Management Initiative (SMI) atau manajemen sekolah inisiatif. Masalah yang muncul di dunia pendidikan di Hongkong yang mendorong munculnya MBS adalah struktur dan proses manajemen yang tidak memadai, peran dan tanggungjawab masing-masing pihak kurang dijabarkan secara jelas dan inisiatif datang dari atas. Hongkong memiliki 5 kelompok kebijakan SMI yaitu :
1.      Peran dan hubungan baru bagi Departemen Pendidikan
2.      Peran baru bagi komite manajemen sekolah, para sponsor, pengawas sekolah dan kepala sekolah
3.      Fleksibilitas yang lebih besar dalam keuangan sekolah
4.      Partisipasi alam pengambilan keputusan
5.      Sebagai kerangka acuan dalam hal tingkatam individual dan tingkatan sekolah secara menyeluruh.
Model MBS Hongkong menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya di sekolah sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama itu diterapkan. Inisiatif yang diberikan kepada sekolah harus dibarengi dengan diterapkannya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan. Transparansi di sini juga menuntut kejelasan tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Transparansi dan akuntabilitas tidak hanya dituntut dalam penggunaan anggaran belanja sekolah, tetapi juga dalam hal penentuan hasil belajar siswa serta pengukuran hasilnya.
Dibentuknya 5 kebijakan SMI di Hongkong telah menjawab permasalahan yang dihadapi. Semua pemikiran yang didasari dengan usaha untuk memperbaiki mutu pendidikan dengan memperluas kesempatan sekolah dan sistem pendidikan. Perbaikan pada input sumber daya serta perbaikan fasilitas belajar mengajar dan juga beberapa penataran dalam jabatan.
C.  Site-Based Management
Site-based management dilatarbelakangi oleh munculnya pertanyaan tentang relevansi dan korelasi hasil pendidikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Atau dengan kata lain dapat dinilai bahwa kinerja sekolah-sekolah di AS tidak sesuai dengan tuntutan yang diperlukan siswa untuk terjun didunia kerja. Indikasinya adalah prestasi siswa untuk mata pelajaran matematika dan IPA tidak memuaskan. Oleh karena itu MBS di Amerika Serikat sedikit diperbaharui, kemudian Reynolds (1997) menyarankan perlunya restrukturisasi sekolah yang mencakup 4 area utama, yaitu:
a.Bagaimana cara memandang siswa dan pembelajaran?
b.Bagaimana cara mendefinisikan program pengajaran dan pelayanan yang diberikan?
c.Bagaimana cara mengorganisasi dan menyampaikan program dan pelayanan?
d.Bagaimana cara mengelola sekolah?
Reynolds (1997) mendefinisikan Manajemen Berbasis Sekolah yang dia sebut juga sebagai Site-Based Management dengan 3 komponen penting, yaitu: (1) Delegasi kewenangan (otoritas) kepada individu sekolah untuk membuat keputusan mengenai program pendidikan sekolah yang berkaitan dengan personel, pendanaan, dan program; (2) Pengadopsian suatu model pengambilan keputusan bersama pada level sekolah oleh tim manajemen termasuk kepala sekolah, guru, orang tua, dan sewaktu-waktu siswa dan anggota masyarakat lainnya; (3) Suatu pengharapan bahwa Site-Based Management akan memfasilitasi kepemimpinan pada level sekolah dalam hal upaya peningkatan kualitas sekolah.
D.  Delapan Motif  MBS
Setelah mengetahui beberapa penerapan MBS di beberapa negara seperti di Kanada, Amerika Serikat, dan Hongkong, mari kita lihat pula 8 motif diterapkannya Managemen Berbasis Sekolah di Indonesia yaitu:
-  Motif ekonomi
-  Motif professional
- Motif politik
- Motif efisiensi administrasi
- Motif financial
- Motif prestasi siswa
- Motif akuntabilitas
- Motif efektivitas sekolah
Motif terpenting dalam MBS adalah akuntabilitas, dimana melibatkan para actor di tingkat sekolah dalamn pengambilan keputusan dan pelaporan dapat mencipatakan dorongan dan perhatian yang leboh besar untuk peningkatan mutu sekolah. Dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan suara dan mereka yang kurang terdengar.
E.     Implikasi Pelaksanaan MBS
Kendala yang biasa dihadapi dalam pelaksanaan implikasi MBS adalah pelaksanaan yang kurang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Kepala sekolah merupakan sosok kunci (the key person) keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah dalam rangka implementasi MBS. Dalam implementasi MBS, kepala sekolah harus mampu berperan sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator
F.      Pemecahan Masalah
Sekolah harus memiliki otonomi terhadap 4 hal yaitu otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian, serta pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil.
- Adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam segala hal karena bagaimana sekolah adalah bagian dari masyarakat secara luas
- Sekolah harus transparan dan akuntabel yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban tahunan
G.    Karakteristik MBS Berdasarkan Kewenangan

        
MBS memiliki delapan karakteristik yang bertolakbelakang dengan karakteristik Manajemen Kontrol Eksternal (MKE). Menurut Nukholis (2003;56) MBS memiliki 8 karakteristik
1. Sekolah dengan MBS memiliki misi atau cita-cita menjalankan sekolah untuk mewakili sekelompok harapan bersama, keyakinan dan nilai-nilai sekolah, membimbing warga sekolah didalam aktifitas pendidikan dan memberi arah kerja. Bila kita ingin sekolah kita mengambil inisiatif untuk memberikan kualitas pelayanan yang baik untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang bermacam-macam dan kompleks maka budaya organisasi yang kuat harus dikembangkan oleh warga sekolah untuk sekolahnya sendiri.
2. Aktivitas pendidikan dijalankan berdasarkan karakteristik kebutuhan dan situasi sekolah. Hakikat aktivitas-aktivitas sekolah berarti sekolah menjalankan aktivitas-aktivitas pendidikannya berdasarkan karakteristik, kebutuhan dan situasi sekolah. Hakikat aktivitas berbasis sekolah adalah amat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini secara tak langsung mempromosikan perubahan manajemen sekolah dari model manajemen kontrol eksternal menjadi model berbasis sekolah.
3. Terjadinya proses perubahan strategi manajemen yang menyangkut hakikat manusia,organisasi sekolah, gaya pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, penggunan kekuasaan, dan ketrampilan-ketrampilan manajemen.
a.Konsep atau asumsi tentang hakikat manusia.
b.Konsep organisasi sekolah. Dalam organisasi modern, konsep organisasi telah berubah. Kini orang percaya bahwa sebuah organisasi adalah tempat untuk hidup dan berkembang. Organisasi bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu yang statis, misalnya produk yang berkualitas. Sekolah sebagai organisasi tidak sekedar tempat persiapan anak-anak dimasa mendatang, tetapi juga tempat untuk siswa-siswa atau guru dan admnistrator untuk hidup, tumbuh dan menjalani perkembangan.
c.Gaya pengambilan keputusan. Dalam MBS maka gaya pengambilan keputusan pada tingkat sekolah adalah pembagian kekuasaan (power sharing) atau partisipasi (partisipation) dengan alasan sebagai berikut: (1). Tujuan sekolah sering tidak jelas dan berubah-ubah. (2). Tujuan sekolah itu beragam dan misi sekolah itu kompleks. (3). Partisipasi dalam pengambilan keputusan memberikan kesempatan kepada warga dan bahkan administrator untuk belajar dan berkembang dan juga mengerti dalam mengelola sekolah. (4). Partisipasi dalam pengambilan keputusan adalah proses untuk mendorong guru-guru, orang tua dan siswa untuk terlibat di sekolah.
d. Gaya kepemimpinan.
e. Pengunaan kekuasaan
f. Keterampilan-keterampilan manajemen
4. Keleluasaan dan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan, guna memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi, baik tenaga kependidikan, keuangan dan sebagainya.
5. MBS menuntut peran aktif sekolah, administrator sekolah, guru, orang tua dan pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan di sekolah.
a. Peran Sekolah. MBS bertujuan untuk mengembangkan siswa, guru dan sekolah menurut karkteristik sekolah itu sendiri.
b. Peran Departemen Pendidikan. Dalam MBS aktor kunci adalah sekolah dan peran otoritas pusat (Departemen Pendidikan) hanya sebagai suporter/pendukung atau advisor/penasehat yang membantu sekolah untuk mengembangkan sumber dayanya dan secara khusus untuk menjalankan aktivitas pengajaran efektif.
c. Peran Para Administrator. Peran administrator dalam MBS adalah pengembang dan pemimpin sebuah tujuan. Mereka mengembangkan tujuan-tujuan baru untuk sekolah menurut situasi dan kebutuhannya.
d. Peran Para Guru. Dalam MBS, cita-cita sekolah dan strategi-strategi pengelolaan mendorong partisipasi dan perkembangan dan peran guru adalah sebagai rekan kerja, pengambil keputusan dan pengimplementasi.
e. Peran Para Orang Tua. Dalam MBS, para orang tua menerima pelayanan yang berkualitas melalui siswa-siswa yang menerima pendidikan yang mereka butuhkan. Peran orang tua adalah sebagai partner dan suporter.
6. MBS menekankan hubungan antar manusia yang cenderung terbuka, bekerjasama, semangat tim dan komitmen yang saling menguntungkan.
7. Peran admonistrator sangat penting dalam kerangka MBS, termasuk didalamnya kualitas yang dimiliki administrator.
8. Dalam MBS, efektifitas sekolah dinilai menurut indikator multi tingkat dan multi segi.
H.    Partisipasi, Akuntabilitas, dan Transparansi
- Partisipasi ialah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik oleh warga sekolah ( guru, siswa, karyawan ) dan masyarakat ( orang tua, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan dan sbg) di dorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah. Singkatnya, makin besar tingkat pertisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin basar pula rasa tanggung jawab; makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula dedikasinya.
- Transparansi ( keterbukaan ) keterbukaan dalam program dan keuangan semua keputusan dan apapun dilakukan dengan terbuka antara warga sekolah dan masyarakat.
- Akuntabilitas pertanggung jawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka.
I. Ilustrasi penerapan prinsip partisipasi, transportasi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.
a. Prinsip Partisipasi
- Memberikan kesempatan peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreatifitas dalam proses belejarnya.
- Memberi kesempatan melakukan pengamatan, penyelidika atau inkuiri dan eksperiman.
- Memberikan tugas induvidual atau kelompok melalui kontrol guru.
- Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respon hidup pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Guru menerangkan / mendesain pesan peran pembelajaran, guru menugaskan siswa dengan kegiatan yang beragam, misalnya: percobaan, diskusi kelompok, memecahkan masalah, mencari infomasi, menulis laporan / cerita / puisi berkunjung keluar kelas. Penerapan prinsip partisipasi dalam rancangan bahan ajar dan aktifitas dari guru didalam proses pembelajaran.

b. Penerapan Prinsip Akuntabilitas
Tanggung jawab guru dalam hal membuat persiapan melaksanakan pengajaran dan mengevaluasi siswa. Selain itu dalam hal keteladanan seperti disiplin, kejujuran, hubungan dengan siswa.Penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan menejemen sekolah mendapat relevansi ketika pemerintah menerapkan otonomi pendidikan yang ditandai dengan memberikan kewenangan kepada sekolah untuk melaksanakan menajemen sesuai dengan kebebasan dan kebolehan sekolah. Dengan pelimpahan kewenangan tersebut maka pengelolaan manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat yang memberi mandat pendidikan. Oleh karena manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat maka penerapan akuntabilitas dalam pengelolaan merupakan hal yang tidak dapat ditunda.
c. Transparansi / Umpan Balik
Merancang bahan ajar, melaksanakan dan memiliki KBM serta kemajuan belajar siswa terus menerus. Guru memantau kerja siswa memberi tugas, latihan soal, PR, ulangan harian ataupun penguasaan suatu keterampilan kepada siswa.
J.      Latar Belakang Perlunya Implimentasi Manajemen Berbasis Sekolah
- Untuk mencermati permasalahan dunia pendidikan di era otonomi daerah.
- Untuk memperkenalkan konsep dasar MBS.
- Perlunya untuk memberi pemahaman tentang manajemen komponen-komponen sekolah.
- Untuk memaparkan tentang implementasi MBS.
- Untuk mengulas masalah kepemimpinan dalam MBS.
- Untuk menguraikan koordinasi, komunikasi, dan super visi dalam MBS.
- Perlunya menyoroti tentang dana pendidikan dalam konteks MBS.

K. Kriteria Keberhasilan Implementasi MBS dalam Meningkatkan Mutu Sekolah
Ukuran keberhasilan implementasi MBS tidak terlepas dari 3 pilar kebijakan pendidikan nasional, khususnya pilar kedua dan ketiga.
a. dilihat dari aspek pemerataan dan peningkatan akses adalah meningkatnya APK, APM, dan AT
b. dilihat dari aspek mutu adalah meningkatnya prestasi akademik dan non akademik siswa, seperti nilai ujian sekolah, meraih prestasi dalam olimpiade akademik matematika dan sebagainya.
c. dilihat dari aspek layanan pendidikan di sekolah adalah berkurangnya jumlah siswa yang tinggal kelas drop out dan sebagainya.
L. Keterkaitan antara Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan dengan MBS
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, mutu atau kualitas mengacu pada sejumlah standar yang telah digunakan untuk melakukan pengecekan standar yang berkaitan dengan kinerja satuan pendidikan dan kelayakan pengelolaan satuan pendidikan yang disebut Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan system akreditasi sekolah. Standar Nasional Pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 menerangkan bahwa dalam rangka peningklatan mutu pendidikan di Indonesia, terdapat sejimlah standar yang meliputi  : standar isi, proses, kompetensi lulusan, dsb. Mutu berdasarkan kepuasan pelanggan ( masyarakat ) menjadi bagian penting dan keberlangsungan hidup satuan pendidikan karena masyarakat akan memilih pendidikan yang terbaik bagi putra-putrinya, sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka.

M. Contoh Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Bidang Sarana dan Prasarana Sekolah yang Harus ada di SD/MI
Menurut E. Mulyasa, ”Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar, mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran”. Sedangkan pengertian prasarana berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia yaitu “segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses”.
Kriteria Minimum Sarana dan Prasarana
Berdasarkan PP No.24 tahun 2007, beberapa kriteria minimum standar sarana dan
prasarana yaitu sebagai berikut:
a. Lahan
b. Bangunan
c. Kelengkapan prasarana
Sebuah tingkat satuan pendidikan harus memiliki prasarana yang telah ditetapkan dalam PP No.24 tahun 2007. Berikut ini kelengkapan prasarana untuk satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTS dan SMA/MAN pendidikan umum:
·  Ruang kelas
·  Ruang perpustakaan
·  Ruang pimpinan
·  Ruang guru
·  Ruang UKS
·  Ruang sirkulasi
·  Ruang konseling
·  Ruang organisasi kesiswaan
·  Ruang laboratorium
·   Ruang tata usaha
·  Tempat beribadah
·  Gudang
·  Tempat bermain/olahraga
·  Jamban
Kelengkapan prasarana tersebut adalah kelengkapan minimal yang harus dimiliki oleh setiap tingkat satuan pendidikan, artinya setiap tingkat satuan pendidikan dapat memiliki lebih dari prasarana yang telah ditentukan. Prasarana tersebut dilengkapi dengan sarana seperti meja, bangku, papan tulis, lemari, buku dan media pembelajaran lain. Kriteria minimum sarana untuk setiap prasarana tersebut tercantum dalam PP No.24 tahun 2007 untuk setiap tingkat satuan pendidikan.




BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Sekolah adalah tempat manusia mencari dan menggali ilmu. Meski pada kenyataannya ilmu dapat diperoleh dari mana saja, namun sekolah merupakan satu-satunya pendidikan formal yang menampung anak-anak untuk mencari ilmu yang kelak akan berguna bagi kehidupan mereka. Oleh karena itu, sekolah harus mampu memberi ”kepuasan” pada masyarakat, sehingga masyarakat tidak ragu untuk mempercayakan putra-putri mereka.
Manajemen Berbasis Sekolah memberikan solusi yang positif bagi sekolah untuk dapat secara maksimal mengelola kondisi sekolahnya sendiri. Dengan pemanfaatan sumber daya yang ada, masyarakat dan sekolah dapat saling membantu dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Jika prinsip MBS dilaksanakan dengan baik dan maksimal, serta dikembangkan secara positif, sekolah akan dapat menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar. Sehingga anak-anak bisa dengan maksimal merail ilmu untuk masa depan mereka.
  1. Saran
Baiknya semua pihak saling membantu dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Jika sistem Manajemen Berbasis Sekolah sudah diterapkan, itu berarti seluruh pihak harus mau untuk turun dan bekerja sama sehingga tidak terjadi ketimpangan. Pelaksanaan MBS juga harus tetap diawasi dan selalu disosialisasikan jika ada informasi terbaru yang muncul. Peran semua pihak, sangat berarti untuk pendidikan di Indonesia.


Tidak ada komentar: