Rabu, 27 Oktober 2010

Tugas pk. Slameto Klmpok 5.

S1 PGSD  SBI 2008 UKSW KELAS A
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN MBS  DI INDONESIA DAN DI NEGARA-NEGARA LAIN.
ARTIKEL
Manajemen Berbasis Sekolah
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Slameto, M.Pd
Disusun oleh : Kelas A
Anggota :
1.IMAM ARI F WIRASTHO
2. IMANUEL N.P.H
3. KIDUNG PRANANTO
4. LIANA DESINTA
5. WULANDARI

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2010
PENDAHULUAN
1.     LATAR BELAKANG
Sebuah sistem yang terprogram dengan baik akan berjalan dengan baik dan lancar, apabila sistem tersebut diikuti dengan factor pendukungnya. Salah satu sistem yang di laksanakan adalah Manajemen Berbasis Sekolah. Faktor pendukungnya antara lain: dukungan politik yang berkaitan dengan perundang-undangan, dukungan keuangan, SDM yang tinggi, dan sarana prasarana yang memadai. Hal selanjutnya yang harus dilakukan, jika factor tersebut sudah tersedia, adalah menyiapkan musyawarah agar pihak yang terlibat tahu seberapa pentingnya pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. Setelah mereka sadar akan hal itu, maka upaya selanjutnya yang akan dilakukan adalah memberikan pelatihan MBS sperti keterampilan berorganisasi.
2.     MASALAH
Strategi apa yang digunakan  untuk pelaksanaan MBS dan factor apa sajakah yang menunjukkan bahwa pelaksanaan MBS di sekolah tersebut berhasil.
3.     TUJUAN
Meningkatkan pengelolaan sekolah secara menyeluruh. Dengan cara peningkatan kualitas dan fasilitas yang ada.
4.     MANFAAT
Orangtua:
Memberikan pengawasan terhadap anak pendidikan di lingkungan rumah
Guru:
Meningkatkan kreatifitas guru dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga, daya minat siswa meningkat pada proses belajar di sekolah.
Kepala Sekolah:
Menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dan melakukan pengawasan pada seluruh kegiatan pengelola kelas.

PEMBAHASAN
Perkembangan pelaksanaan MBS di Kanada. Di Kanada menggunakan pendekatan yang sering dikenal dengan ( school site decision- making ) yang menghasilkan desentralisasi alokasi sumber daya, perlengkapan, layanan pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan dll.
Perkembangan pelaksanaan MBS di Hongkong memiliki 5 kebijakan pokok dalam SMI yaitu :
1.Peran dan hubungan baru bagi Departemen Pendidikan
2.Peran baru bagi komite manajemen sekolah, para sponsor, pengawas sekolah dan kepala sekolah
3.Fleksibilitas yang lebih besar dalam keuangan sekolah
4.Partisipasi dalam pengambilan keputusan
5.Sebagai kerangka acuan dalam hal tingkatan individual dan tingkatan saekolah secara menyeluruh.
Lima kebijakan pokok dalam SMI ini sudah menjawab masalah-masalah pendidikan di Hongkong, karena sudah dapat berkomunikasi dan berinteraksi langsung dan berperan aktif dalam pengambilan keputusan- keputusan. Bertujuan untuk memperbaiki kualitas dan sistem pendidikan.
Di Amerika Serikat, kebanyakan sekolah memiliki apa yang disebut dewan manajemen sekolah (school management council). Dewan ini beranggotakan kepala sekolah, wakil orang tua, wakil guru, dan di beberapa tempat juga anggota masyarakat lainnya, staf administrasi, dan wakil murid. Dewan ini melakukan analisis kebutuhan dan menyusun rencana tindakan yang memuat tujuan dan sasaran terukur yang sejalan dengan kebijakan dewan sekolah di tingkat distrik atau disebut dengan site based management.
Di beberapa distrik, dewan manajemen sekolah mengambil semua keputusan pada tingkat sekolah. Di sebagian distrik yang lain, dewan ini memberi pendapat kepada kepala sekolah, yang kemudian memutuskannya. Kepala sekolah memainkan peran yang besar dalam proses pengambilan keputusan, apakah sebagai bagian dari sebuah tim atau sebagai pengambil keputusan akhir.
Dalam hampir semua model MBS, setiap sekolah memperoleh anggaran pendidikan dalam jumlah tertentu yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah daerah menentukan jumlah yang masuk akal anggaran total yang diperlukan untuk pelaksanaan supervisi pendidikan di daerahnya, seperti biaya administrasi dan transportasi dinas, dan mengalokasikan selebihnya ke setiap sekolah. Alokasi ke setiap sekolah ini ditentukan berdasarkan formula yang memperhitungkan jumlah dan jenis murid di setiap sekolah.
Setiap sekolah menentukan sendiri pengeluaran anggaran yang dialokasikan kepada mereka untuk pembayaran gaji pegawai, peralatan, pasok, dan pemeliharaan. Kemungkinan variasi penggunaan anggaran dalam setiap daerah dapat terjadi dan tidak perlu disesalkan, karena seragam belum tentu bagus. Misalnya, di sebagian daerah, sisa anggaran dapat ditambahkan ke anggaran tahun berikutnya atau dialihkan ke program yang memerlukan dana lebih besar. Dengan cara ini, didorong adanya perencanaan jangka panjang dan efisiensi.
Selain itu juga terdapat motif-motif diterapkannya MBS di Indonesia, ada 8 motif antara lain:
a.Motif ekonomi
b.Motif profesional
c.Motif politik
d.Motik efisiensi administrasi
e.Motif finansial
f.Motif prestasi siswa
g.Motif akuntabilitas
h.Motif efektivitas sekolah
Motif terpenting dari motif yang lainnya adalah motif efektifitas sekolah karena sudah tercantum semua aspek yang harus ada pada sekolah.Aspek-aspek tersebut antara lain:
a.Kepemimpinan yang kuat, jika suatu sekolah dipimpin oleh pemimpin yang kuat, maka akan dapat mengkoordinir sekolah dengan baik.
b.Para guru yang terampil dan berkomitmen tinggi, jika sekolah mempunyai guru yang terampil, maka guru tersebut akan selalu membuat hal yang baru sehingga mengajarnya terlihat menarik dan tidak membosankan.
c.Mutu pembelajaran yang difokuskan untuk peningkatan prestasi siswa. Dengan pengajaran yang tidak membosankan, maka siswa akan cepat mengerti tentang pelajaran yang disampaikan sehingga mengalami peningkatan.
d.Rasa tanggung jawab terhadap hasil. Sekolah yang bermutu tinggi adalah yang dapat menciptakan kelulusan yang baik, itu sangat berpengaruh pada proses sebelumnya.
Dilihat dari penerapan pelaksanaan MBS di atas, pihak yang harus mengubah peranannya dalam pengelolaan pendidikan adalah kepala sekolah dan guru. Karena hal ini terjadi di sekolah.Jika hal tersebut terwujud, maka pengelolaan pendidikan akan berjalan dengan baik dan lancar. Disamping itu juga terdapat beberapa kendala pelaksanaan MBS diatas antara lain:
1) Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2). Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3). Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
4) Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
5) Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
6). Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.
Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.
Beberapa karakteristik MBS dari segi pengelolaan kekuasaan/kewenangan di tingkat sekolah:
a.Pengelolaan sekolah akan lebih desentralistik.
b. Perubahan sekolah akan lebih didorong oleh motivasi internal dari pada diatur oleh luar sekolah.
c.Regulasi pendidkan menjadi lebih sederhana.
d.Peranan para pengawas bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan mengarahkan menjadi menfasilitasi dan dari menghindari resiko menjadi mengelola resiko.
e.Akan mengalami peningkatan manajemen.
f.Dalam bekerja, akan menggunakan team work.
g.Pengelolaan informasi akan lebih mengarah kesemua kelompok kepentingan sekolah.
h.Manajemen sekolah akan lebih menggunakan pemberdayaan dan struktur organisasi akan lebih datar sehingga akan lebih sederhana dan efisien. Pelaksanaan MBS  terdapat beberapa prinsip dalam pnerapan MBS adalah:
a. Partisipasi
Keikutsertaan masyarakat dan warga sekolah terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan.
b. Transparansi
     Keadaan dimana setiap orang yang terkait dengan pendidikan dapt mengetahui proses dan hasil pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah.
c.  Akuntabilitas
     Kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Penerapan prinsip tersebut dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas:
a.     Partisipasi
Dalam pembelajaran di kelas, siswa diharapkan aktif dalam bertanya dan juga mencari materi sendiri.
b.     Transparansi
Dalam proses kegiatan belajar di kelas, guru diharapkan dapat bersikap adil dan terbuka dalam memberi nilai pada muridnya tanpa pilih kasih.
c.      Akuntabilitas
  Dalam proses kegiatan belajar di kelas, guru diharapkan bertanggung jawab dengan mengajar sesuai jadwal dan tanggal akademik, menyelesaikan materi sesuai kurikulum. Siswa bertanggung jawab pada nilai dan prestasi.
Dengan begitu implementasi manajemen berbasis sekolah sangat penting untuk:
1.     Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
Contoh kriteria keberhasilan manajenen implementasi MBS dalam meningkatkan mutu sekolah:
a.Jumlah siswa yang mendapat layanan pendidikan semakain meningkat.
b.Kualitas layanan pendidikan menjadi lebih baik yang berdampak pada peningkatan prestasi akademik dan non akademik siswa.
c.Tingkat tinggal kelas menurun dan produktifitas sekolah semaki baik.
d.Relevansi pendidikan semakin baik karena program-program sekolah dibuat bersama-sama dengan warga masyarakat dan tokoh masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan masyarakat.
e.Terjadinya keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan karena penentuan biaya pendidikan tidak dilakaukan secara pukul rata, tetapi didasarkan pada kemampuan ekonomi masing-masing keluarga.
f.Meningkatnya keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pengambilan keputusan di sekolah, keputusan intruksional maupun organisasional.
g.Iklim dan budaya kerja sekolah semakin baik, berdampak positif terhadap kualitas pendidikan.
h.Kesejahteraan guru dan setaf sekolah membaik.
i.Terjadinya demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Keterkaitan antara SPM dan MBS  adalah sebagai pengukur yang belaku secara nasional. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang tempat bermain / berolahraga, proses pembelajaran, termasuk penggunaan tekhnologi, informasi dan komunikasi. Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut :
Ruang kelas,Ruang perpustakaan,Laboratorium IPA, Ruang Pimpinan,Ruang Guru,Tempat ibadah ,Ruang UKS, Jamban, Gudang, Ruang sirkulasi.
PENUTUP
1.     KESIMPULAN
Pengelolaan model baru dalam manajemen berbasis sekolah dari sentralistik menjadi desentralistik, memungkinkan sekolah memiliki otonomi yang seluas-luasnya yang menuntut peran serta masyarakat secara optimal dan menjamin kebijakan nasional tidak terabaikan. Disamping itu juga terdapat beberapa kendala untuk penerapan MBS tersebut antara lain:
-         Tidak berminat untuk terlibat
-         Tidak efisien
-         Pikiran kelompok
-         Memerlukan pelatihan
-         Kesulitan koordinasi
-         Kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru
Terdapat pula prinsip manajemen sekolah yang sangat penting dan diharapkan oleh semua pihak seperti: partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.
2.     SARAN
Beberapa saran yang akan kelompok kami sampaikan adalah:
a.     Setiap sekolah yang telah menerapkan sistem MBS, diharuskan sudah memiliki 10 prinsip dari MBS itu sendiri
b.     Dalam hal kepemimpinan harus bisa memberikan inovasi dan motivasi untuk pelaksanaan MBS itu sendiri agar memberi contoh yang baik bagi pengelola MBS yang lain.
c.      Dalam hal administrasi, seharusnya kreatif dan memiliki pengetahuan lebih untuk mengatur dan pendayagunaan sumber daya.


DAFTAR PUSTAKA
Buku manajemen berbasis sekolah oleh Slameto
http:// kendala manajemen berbasis sekolah.id  
















     


Tidak ada komentar: